JAKARTA, KOMPAS.com - Saat memaparkan data dari lembaga riset OpenSignal yang dirilis Februari 2016, Menteri Komunikasi dan Informatika
Rudiantara turut menggarisbawahi temuan unik soal kebiasaan penggunaan internet di Indonesia.
Keunikan dimaksud adalah rasio
upload yang relatif rendah dibandingkan dengan
download, yakni hanya 33 persen
upload (mengunggah data ke jaringan internet), sementara sisanya didominasi oleh
download alias mengunduh data dari jaringan internet.
“Jadi, setiap orang (Indonesia) tiga kali
download, dia
upload satu kali dari sisi data,” ujar
Rudiantara dalam kunjungannya ke redaksi
Kompas.com, Kamis (17/3/2016) lalu.
Menurut dia, keadaan ini berbeda dari sejumlah negara lain.
Rudiantara mencontohkan warga kota Los Angeles di AS yang 76 persen kegiatan berinternetnya didominasi oleh
upload, atau dua kali lebih giat mengunggah dibandingkan orang Indonesia.
“Entah orang Indonesia ini malas
upload atau tidak kreatif. Entahlah, tapi ini fakta,” imbuhnya.
Antara konsumsi dan kreasiSeperti yang disebutkan
Rudiantara, penyebab pasti timpangnya perbandingan antara
upload dan
download di kalangan
netizen Indonesia tidak diketahui pasti.
Yang jelas,
download identik dengan kegiatan konsumsi konten, misalnya menonton video dari situs
video sharing. Sebaliknya,
upload kerap diasosiasikan dengan
content creation, sebuah proses yang berkebalikan dari konsumsi konten, misalnya mengunggah video ke situs
video sharing.
Penyedia layanan internet selama ini lebih memprioritaskan jalur
download dibandingkan
upload. Sebabnya, pola penggunaan internet oleh pelanggan sejak dulu memang lebih berkisar pada konsumsi konten.
Kecepatan
downlink (
download) pun sengaja dibuat lebih tinggi dibanding
upload karena
downlink juga menentukan kecepatan akses layanan
online di sisi pengguna (misalnya ketika membuka sebuah situs), di samping speed
download file individual.
Ada juga kendala teknis. Teknologi ADSL (
Asymmetric Digital Subscriber Line) yang umum dipakai oleh penyedia layanan
fixed cable broadband, misalnya, memang memiliki kecepatan
downstream yang lebih tinggi dibanding
upstream (asimetris).
PergeseranBelakangan, keadaan mulai berubah dengan munculnya layanan-layanan yang memungkinkan pengguna awam menciptakan dan berbagi konten, seperti dalam kasus situs
video sharing tadi.
Pola penggunaan internet bergeser. Siapa pun kini bebas berkreasi. Orang awam tak perlu lagi hanya menelan sajian yang dibikin kalangan profesional. Mereka bisa membikin konten sendiri dan mengunggahnya ke internet.
Dari sisi teknis, teknologi FTTH (Fiber to the Home) mulai menggantikan ADSL dan FTTC (Fiber to the Cabinet, paduan serat optis dan kabel tembaga). FTTH menyediakan kecepatan transfer data yang lebih tinggi dibanding teknologi
broadband sebelumnya, termasuk untuk
uplink.
Di Indonesia, salah satu penyedia jasa
fixed broadband FTTH bahkan berani menjanjikan kecepatan
uplink yang sama dengan
downlink, mencapai kisaran gigabit per detik. Namun, sebagian besar masih menawarkan kecepatan
donwlink yang jauh lebih besar dibandingkan
uplink.
Perlu ditambahkan bahwa kebanyakan ISP di luar negeri pun menerapkan kebijakan yang sama, dengan lebih memprioritaskan
downlink dibanding
uplink. Hanya saja, mungkin pola penggunaan konsumennya yang berbeda.