KOMPAS.com - Aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) masih terus didiskusikan. Tiga kementerian berkutat membahas batas porsi
hardware dan
software yang harus dipenuhi vendor asing untuk memasarkan perangkat 4G di Indonesia.
Kementerian Perindustrian mengusulkan lima skema. Salah satunya adalah 0 persen
hardware dan 100 persen
software.
Artinya, vendor tak perlu membangun pabrik perakitan
hardware di Indonesia. Yang harus dilakukan adalah melokalisasi semua susunan
software pada
smartphone atau
tablet.
Samsung mengaku siap mematuhi apapun ketetapan pemerintah. Meski begitu, menurut Marketing Director Mobile Division
Samsung Indonesia Vebbyna Kaunang, 100 persen komponen
software belum memungkinkan.
"Basis kami (perangkat
Samsung) saja
Android yang notabene bukan dari Indonesia kan. Pasti akan ada komponen global di dalamnya," kata dia, Selasa (1/3/2016), usai peluncuran duet
flagship Galaxy S7 dan S7 Edge di Ritz Carlton, Jakarta.
"Tapi mana tahu ya ke depannya kami bikin ponsel yang memang khusus Indonesia," ia menambahkan.
Untuk saat ini,
Samsung Indonesia sudah memiliki laboratorium pusat riset dan pengembangan yang bertempat di Jakarta Pusat. Di dalamnya, kata Vebbyna, pekerjanya adalah orang-orang Indonesia yang juga mengembangkan
software Samsung.
"Tim kami bahkan juga punya beberapa software yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung negara-negara lain," ia menuturkan.
Diketahui, beberapa
software Samsung yang terpublikasi antara lain Galaxy Gift Indonesia, Salaam, S lime, dan S Fit. Vebbyna mengklaim masih ada beberapa
software yang tak terpublikasi untuk konsumer.
Selain skema 0 persen
hardware dan 100 persen
software, ada empat skema lain yang diajukan Kemenperin.
Pertama, 100 persen
hardware untuk kontribusi komponen manufaktur. Kedua, 75 persen
hardware dan 25 persen
software. Ketiga,
hardware dan
software masing-masing 50 persen. Lalu keempat, 25 persen
hardware dan 75 persen
software.