Singapura, KOMPAS.com — Harga minyak telah menembus titik terendah dalam 12 tahun. Kini, para analis kembali memprediksi, harga minyak kemungkinan dapat berada pada kisaran 20
dollar AS, bahkan 10
dollar AS per barrel.
Analis Morgan Stanley, Goldman Sachs, Citigroup, dan Bank of America, Merrill Lynch, memangkas prediksi asumsi harga minyak untuk tahun 2016 menjadi 20
dollar AS per barrel.
Sementara itu,
Standard Chartered memasang prediksi terendah, yakni 10
dollar AS per barrel.
Pada perdagangan di pasar Asia, Rabu (13/1/2016), minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di level 30,88
dollar AS per barrel, sedikit naik dibandingkan sehari sebelumnya, yakni 29,93
dollar AS per barrel.
Sementara itu, minyak mentah Brent diperdagangkan sebesar 31,20
dollar AS per barrel, setelah terpuruk pada posisi 30,34
dollar AS per barrel.
Secara
year-to-date, harga minyak telah menurun setidaknya 17 persen dan lebih rendah 70 persen dari puncaknya pada Juni 2014 silam.
Beberapa analis menyatakan, salah satu penyebab terpuruknya harga minyak adalah devaluasi mata uang
China, yuan. Pelemahan mata uang yuan dipandang dapat menyebabkan harga minyak terus anjlok.
"Pelemahan nilai tukar yuan dapat menimbulkan pelemahan harga komoditas ini, dan menyebabkan harga minyak berada di posisi 20
dollar AS per barrel," kata Adam Longson, analis di Morgan Stanley.
Selain itu, kabar dari
Arab Saudi tentang rencana menjual saham Saudi Aramco, perusahaan minyak terbesar negara itu, turut menyulut ketidakpastian lanjutan pada harga emas hitam ini.
"Kabar bahwa
Arab Saudi mempertimbangkan untuk melepas saham Saudi Aramco, produsen minyak terbesar dunia, juga menyebabkan ketidakpastian berlanjut," ungkap Ben Pedley, Kepala Strategi Investasi Asia HSBC Private Bank.