Miras Oplosan Jadi Materi Wajib Rehabilitasi Pencandu Narkoba - Kompas.com
Jumat, 17 Mei 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Miras Oplosan Jadi Materi Wajib Rehabilitasi Pencandu Narkoba

Jumat, 12 Desember 2014 | 16:55 WIB
KOMPAS.com/Achmad Faizal Forum materi bahaya Napza di Rumah Sehat Orbit Surabaya.

SURABAYA, KOMPAS.com
 — Karena ada sejumlah tragedi terkait minuman keras oplosan yang terjadi belakangan ini, materi tentang miras oplosan menjadi materi pembahasan di forum pembinaan dan rehabilitasi korban narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza) lainnya di Surabaya.

Bahaya tentang miras oplosan dinilai perlu disampaikan kepada peserta karena di tengah pergaulan, mereka diyakini sangat dekat dengan miras oplosan.

"Pengoplos minuman keras kebanyakan tidak tahu kadar minuman yang dioplos, dan mereka juga tidak tahu bahayanya bagi tubuh," kata Koordinator Konselor Rumah Sehat Orbit Surabaya (RSOS), Lukman Hakim, Jumat (12/12/2014).

Akibatnya, lanjut Lukman, banyak konsumen yang tewas setelah minum miras oplosan.

"Karena itu, edukasi menjadi sangat penting bagi masyarakat tentang bahaya miras oplosan, lebih dari regulasi pemerintah dalam membatasi atau melarang peredaran miras," terang mantan pencandu napza ini. 

Di tempatnya di kawasan Bratang Binangun, Surabaya, menurut Lukman, terdapat sekitar 60 pasien rawat inap. Mereka diambil dari komunitas peminum di tengah-tengah masyarakat yang ingin sembuh dan berhenti mengonsumsi narkotika dan psikotropika. Sebagian dari pasien itu juga ada yang rawat jalan.

"Memang tidak ada jaminan mereka bisa sembuh setelah keluar dari sini, tetapi paling tidak mereka bisa paham dan dapat menyosialisasikan tentang bahaya napza kepada lingkungannya kelak," ujarnya.

Di RSOS Surabaya, para korban tidak hanya dibekali materi soal bahaya napza. Mereka juga mendapatkan pemahaman dari segi hukum, peta penyebaran napza di dunia, serta materi konseling untuk tiap-tiap individu. 

Lukman mengklaim, kegiatan lembaganya itu dibiayai secara swadaya, termasuk biaya transportasi para pasien pencandu sebesar Rp 30.000 setiap harinya.
Penulis: Kontributor Surabaya, Achmad Faizal
Editor : Caroline Damanik