JAKARTA, KOMPAS.com — Mata uang rupiah diprediksi mengalami apresiasi atas
dollar AS hingga di bawah Rp 11.000 per
dollar AS pada akhir 2014.
"Rupiah akhir tahun bisa di Rp 10.900 per
dollar AS. Tapi, ada kemungkinan melemah sedikit di Rp 11.700 di akhir semester satu. Jadi, melemah dulu, kemudian bisa menguat," kata ekonom
Standard Chartered Bank, Eric Sugandi, di Jakarta, Rabu (16/4/2014).
Standard Chartered Research memperkirakan pada triwulan II-2014, rupiah akan melemah di level Rp 11.700 per
dollar AS dan kembali menguat pada triwulan III-2014 di level Rp 11.300 per
dollar AS. Pada triwulan IV-2014, rupiah baru diperkirakan di level Rp 10.900 per
dollar AS.
Memasuki triwulan I-2015, rupiah diramalkan kembali menguat di level Rp 10.500 per
dollar AS. Pola pelemahan rupiah akan berulang karena pada triwulan II-2015 diperkirakan rupiah kembali tertekan di level Rp 10.800 per
dollar AS.
Ekonom senior
Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, menengarai, tekanan rupiah sepanjang semester pertama tahun ini lebih disebabkan faktor risiko politik domestik, defisit neraca transaksi berjalan, di sisi lain dipengaruhi pula oleh kebijakan
tapering off Federal Reserve.
Di sisi lain, dia juga melihat, ada kesengajaan
Bank Indonesia "mengizinkan" rupiah melemah selama masih sejalan dengan kondisi fundamental Indonesia. BI sengaja memperlambat pertumbuhan impor.
"Kebijakan (BI) tersebut memang mengarah pada menekan
curent account defisit (CAD). Sebab, kalau CAD membengkak, rupiah jadi tidak menarik dan menekan ekonomi," katanya.
Selain proyeksi rupiah, hasil riset
Standard Chartered juga menunjukkan, prediksi pertumbuhan PDB Indonesia tahun ini 5,8 persen. Tingkat imbal hasil SUN 10 tahun pada akhir tahun sebesar 8 persen, neraca perdagangan diramalkan bakal surplus 10 miliar
dollar AS, serta neraca transaksi berjalan sebesar minus 24,9 miliar
dollar AS. Sementara itu, cadangan devisa diperkirakan tembus 110 miliar
dollar AS.