Desi Slondok Curi Perhatian Warga yang Saksikan Gerhana Matahari

Rabu, 9 Maret 2016 | 16:17 WIB
KOMPAS.com / Wijaya Kusuma Desi "Slondok" saat menjajakan daganganya dengan memanggul Krombong

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah keceriaan masyarakat menyaksikan fenomena Gerhana Matahari di Tugu Yogyakarta, Rabu (9/3/2016), seorang remaja melintas di tengah-tengah kerumunan dengan rombong berwarna hijau.

Sambil berjalan pelan, remaja laki-laki yang mengenakan helm sepeda dan berkaos putih ini berteriak.

"Slondok-slondok...mau slondok," ungkapnya.

Kehadirannya pun sontak membuat warga yang berkerumun pun memalingkan pandangan. Warga langsung mengenali remaja yang dikenal dengan nama Desi Slondok itu.

Warga yang mengenalinya lantas memanggil Desi dan membeli jajanan slondok yang dijajakannya. Saking banyaknya yang membeli, remaja ini harus beberapa kali bolak-balik mengisi kembali rombongnya dengan slondok.

Nama aslinya Desi Priharyana. Sosok pelajar SMKN 2 Jetis ini pernah menjadi pusat perhatian ketika diberitakan di media lokal maupun nasional.

Desi menjadi perhatian karena demi bisa sekolah dan membiayai adiknya, dia semangat menjajakan slondok sambil berkeliling naik sepeda dengan rombong. Dia berjualan saat berangkat sekolah maupun pulang sekolah.

Kepada Kompas.com, Desi mengaku sengaja datang karena yakin di Tugu Yogyakarta akan ramai saat nobar gerhana matahari.

"Berangkat jam 5 pagi tadi, ya mesti rame, jadi saya ke sini. Kan kalau ramai gini, peluang slondok saya laku besar, Mas," ujar Desi.

Dia lalu menuturkan, sesaat setelah mendengar kabar rencana nobar gerhana matahari, dia lalu memesan lebih banyak slondok ke pembuatnya daripada biasanya. Jika biasanya hanya membawa 20-30 bungkus, kali ini dia membawa stok hingga 60 bungkus.

"Sekarang bawa banyak mas. Ya 60 bungkus," tegasnya.

Meski dia memiliki peluang besar, Desi tidak menaikkan harga jajaannya. Satu bungkuis plastik tetap dijual dengan harga Rp 10.000.

Setelah menjajakan slondok terakhirnya, di akhir pertemuan, Desi bercerita, slondoknya habis hanya dalam waktu dua jam sebelum nobar gerhana matahari dimulai. 

"Langsung habis Mas, tidak salah predikasi saya. Sekarang saya tinggal nonton gerhana," ungkapnya sambil tersenyum.

Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma
Editor : Caroline Damanik