Kaca Las Pecah, Berharap Gerhana Matahari Berulang Segera

Rabu, 9 Maret 2016 | 14:11 WIB
KOMPAS/Angger Putranto Salah satu adegan saat cahaya matahari tertutup bulan saat dilihat dari lokasi pengamatan gerhana matahari total Kampus Institut Teknologi Sumatra, Lampung Selatan, Rabu (9/3). Foto dambil dyngan menggunakan filter dari plastik foto rontgen.

LAMPUNG, KOMPAS.com — Tak seperti biasanya, liputan hari ini, Rabu (9/3/2016), menjadi sesuatu yang istimewa. Ada kehebohan tersendiri saat saya akan liputan.

Bila biasanya saya hanya membaca informasi tentang apa yang akan saya liput, khusus untuk liputan kali ini saya sudah mempersiapkannya satu minggu sebelumnya, apalagi kalau bukan gara-gara liputan gerhana matahari total.

Di Lampung, tempat saya bertugas, gerhana matahari yang terjadi hanya sebagian, sekitar 92 persen. Kendati hanya sebagian, hal itu sama sekali tidak membuat semangat saya untuk liputan sekaligus menikmati dan mengabadikan gerhana matahari sirna.

Seminggu sebelumnya, saya sudah mengikuti seminar dari para peneliti dari Tim Laboratorium Observasi Bosscha yang diadakan Institut Teknologi Sumatera.

Dari seminar itulah, saya tergerak untuk menyiapkan berbagai alat bantu untuk menikmati gerhana. Saya siapkan teropong lubang jarum dan kaca las untuk membantu menikmati momen langka fenomena alam tersebut.

Selasa (8/3/2016) malam, saya sudah siapkan matang-matang alat-alat yang saya bawa. Lensa tele 70-200 mm sudah saya pasangi kaca las di bagian depan. Kaca las tersebut untuk meredam cahaya matahari masuk ke sensor kamera saya.

Dua teropong lubang jarum yang berbeda ukuran juga sudah jadi dan menanti untuk digunakan. Malam itu juga, saya berangkat ke Kantor Kompas TV Lampung.

Saya dan rekan-rekan Kompas TV Lampung sepakat berangkat bersama ke lokasi pengamatan di kampus Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Satu teropong lubang jarum saya rusak. Kertas aluminium yang menjadi jalan masuk cahaya robek tertusuk kunci motor.

Tak apalah, saya masih punya satu teropong lubang jarum dan kamera digital lengkap dengan kaca las sebagai filter.

Tepat pukul 05.15 WIB, saya dan rekan dari Kompas TV berangkat menuju lokasi pengamatan. Ada rasa ragu bakal mendapat momen apik saat gerhana matahari sebab langit di Bandar Lampung saat itu tertutup awan tebal. Perjalanan 45 menit ke lokasi pengamatan berjalan lancar.

Awal dari "bencana"

Keraguan masih ada di dalam benak saya karena awan tebal tak kunjung hilang. Sambil berharap awan terbuka, saya siapkan kamera, lensa tele 70-200 mm beserta filter kaca las buatan saya. Semua perlengkapan siap digunakan.

Kamera lantas saya arahkan ke matahari. Beberapa kali jepretan saya arahkan ke matahari. Sayang, Sang Surya masih malu-malu menunjukkan dirinya.

Yakin kamera sudah siap, saya berganti menyiapkan teropong lubang jarum yang saya rangkai dari kardus bekas. Saya mencoba mengintip matahari dari teropong sederhana tersebut.

"Praaanngg...," tiba-tiba saja suara benda jatuh dan kaca las pecah terdengar.

Dengan sigap, saya mencari asal suara. Saya khawatir kamera yang sudah terpasang di tripod terjatuh. Ternyata, kamera saya masih berdiri kokoh.

Namun, lagi-lagi, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ternyata, suara tersebut berasal dari kaca las kebanggaan saya. Entah apa yang terjadi. Saya hanya mengetahui kaca tersebut pecah menjadi tiga keping dan terserak di tanah.

"Aduuh… selesai sudah," keluh saya dalam hati.

Saya semakin pesimistis untuk bisa mengabadikan gerhana matahari melalui kamera saya. Lutut terasa lemas. Rasanya ingin segera pulang dan melanjutkan tidur.

Kaca las kebanggaan

Kaca las kebanggaan saya hancur. Padahal, ide memotret gerhana menggunakan kaca las yang saya bagikan di media sosial sempat menjadi pembicaraan teman-teman dan bisa diaplikasikan oleh semua orang.

Fotografer senior Arbain Rambey bahkan sempat mengapresiasi ide saya. Unggahan foto tentang filter kaca las buatan saya pun sempat menjadi viral. Ada 118 like di unggahan akun Instagram saya. Jumlah like terbanyak selama saya menggunakan Instagram.

"Gagal total. Sudah disiapin matang-matang, eh kaca lasnya pecah. Kapan gerhana matahari lagi? Pengin banget moto pakai kaca las," kata saya terhadap seorang rekan wartawan.

Gerhana matahari total merupakan fenomena langka yang bakal terulang 300-an tahun di lokasi yang sama.

Dalam seminar tentang gerhana matahari yang saya ikuti, gerhana matahari total baru akan terlihat Lampung pada 25 November 2049 dan 22 Mei 2096. Saat itu, saya jelas sudah tua dan mungkin sudah tidak bertugas di Lampung.

Untunglah, seorang kawan membawa sejumlah plastik foto rontgen. Ia memberikan plastik tersebut sebagai ganti kaca las saya yang pecah. Semangat saya untuk meliput kembali tumbuh.

Berbekal plastik pemberian rekan wartawan tersebut, saya berhasil mengabadikan foto-foto gerhana tanpa harus menunggu puluhan tahun lagi.

Penulis : Angger Putranto
Editor : Amir Sodikin