Takengon, Kota Tempat Pembuktian Teori Relativitas Einstein

Minggu, 6 Maret 2016 | 08:57 WIB
KOMPAS.com/ Iwan Bahagia Salah satu tabel yang terdapat pada halaman buku 'Einsteins Relativitätstheorie: Eine geführte Reise durch Raum, Zeit und die Gheschichte der Physik" penulis Dirk F Hofman, tabel tersebut membuktikan bahwa Takengon adalah lokasi terakhir dalam pembuktian teori Relativitas Einstein yang dilakukan saat Gerhana Matahari Total tanggal 9 Mei 1929.

TAKENGON, KOMPAS.com - Ada yang menarik jelang peristiwa Gerhana Matahari Total yang akan hadir di Indonesia pada tanggal 9 Maret 2016 nanti.

Peristiwa itu juga mengingatkan sebuah sejarah besar yang terkait satu sosok terbesar yang pernah dilahirkan di dunia Sains, Albert Einstein dengan negeri ini.

Demikian dikatakan Win Wan Nur, seorang masyarakat kelahiran Takengon, Aceh Tengah, yang saat ini berdomisili di Provinsi Bali.

Menurutnya, sejak Albert Einstein mengemukakan Teori Relativitas Khusus pada tahun 1905 dan kemudian mengeluarkan Teori Relativitas Umum pada tahun 1915. Berbagai usaha telah dilakukan untuk membuktikan teori itu.

Untuk membuktikan teori yang menyatakan jagat raya masyarakat sebenarnya berdimensi empat: tiga dimensi terkait ruang dan satu dimensi terkait waktu.

Dilanjutkan Win, Menurut Einstein, keempatnya membentuk entitas yang disebut ruang-waktu. Keberadaan entitas ini membuat seberkas cahaya yang berdasarkan hukum fisika klasik merambat lurus, menurut Einstein tak lagi merambat lurus kala melintas di dekat benda langit massif menghuni salah satu sudut ruang-waktu yang bentuknya melengkung. Bahkan cahaya pun akan melengkung ketika melewati entitas ini.

Kelengkungan ini dapat dilihat dengan jelas pada saat terjadinya peristiwa Gerhana Matahari Total.

"Akhirnya pembelokan cahaya yang dikemukakan Einstein ini pertama kali berhasil diamati dalam Gerhana Matahari Total 29 Mei 1919 oleh tim pengamat dari observatorium Greenwich (Inggris) yang dipimpin Arthur Eddington," kata Win.

"Tapi karena Gerhana Matahari Total adalah sebuah peristiwa langka dan ketika peristiwa langka itu terjadi pun cuaca tak selalu bagus. Padahal sebagai salah satu prasyarat sebuah kesimpulan ilmiah dapat diterima adalah pengamatan itu dapat diulang dengan hasil yang sama. Akibat kesulitan itu sampai 10 tahun setelah peristiwa di Greenwich itu hanya ada dua pembuktian-ulang yang hasilnya kurang meyakinkan," lanjut pria yang gemar membaca ini.


Diteruskan, Erwin Finlay-Freundlich, fisikawan muda tangan kanan Einstein adalah salah seorang yang paling getol untuk membuktikan teori relativitas Einstein.

Finlay-Freundlich telah mencoba membuktikan itu pada tanggal 10 Oktober 1912 pada peristiwa Gerhana Matahari Total di Brazil. Bahkan ketika perang dunia pertama sedang berkecamuk Erwin Finlay-Freundlich nekat pergi ke Crimea yang sedang berperang dengan Jerman karena di sana akan terjadi Gerhana Matahari Total.

"Tapi kedua pengamatan itu hasilnya tidak mengembirakan," Win menambahkan.

Hasil memuaskan jelas dia, baru didapat pada peristiwa Gerhana Matahari Total tanggal 9 Mei 1929 yang terjadi di satu daerah di Indonesia. Tepatnya di Takengon, Ibukota Kabupaten Aceh Tengah yang saat ini dikenal sebagai surga kopi.

Lebih lanjut terang Win Wan Nur, sejumlah foto yang diambil di Takengon itulah yang kemudian menjadi bukti kuat kebenaran Teori Relativitas Einstein yang menggemparkan dunia.

"Mengenang dahsyatnya sejarah ini, sudah sepantasnya jika peristiwa yang terjadi di pada 87 tahun silam ini diperingati sebagai sebuah peristiwa penting. Dan akan lebih luar biasa lagi, untuk menarik minat warga Indonesia mempelajari sains, kalau di Takengon, Pemerintah Indonesia bisa membangun sebuah Observatorium untuk mengenang sejarah terbuktikannya Teori Relativitas Einstein," pungkas dia.

Di zaman yang semakin canggih ini lanjut Win lagi, cukup membuka Google dan mengetikkan kata kunci "Einstein Takengon", maka sudah barang pasti setiap orang menemukan belasan artikel ilmiah dari berbagai universitas dan lembaga pengetahuan terkemuka di berbagai dunia.


Promosi wisata

Selanjutnya artikel tersebut menampilkan cerita tentang sejarah yang tercipta di tanah Gayo, nyaris seabad silam itu dalam berbagai bahasa.

"Sebenarnya sayang sekali kalau sejarah dahsyat yang terjadi di Gayo ini tidak kita manfaatkan untuk promosi pariwisata. Karena di belahan dunia lain, sejarah yang terkesan dikarang pun bisa diolah orang menjadi sebuah promosi yang luar biasa," kata dia.

"Contohnya, sebulan lalu anak dan istri saya berkunjung ke Pulau Nami di Korea. Mereka tertarik berkunjung ke sana karena nama pulau itu persis dengan nama anak bungsu saya yang juga ikut. Apa yang membuat pulau itu jadi tujuan wisata. Itu adalah sejarah tentang kisah tentang Nami yang dihukum mati di pulau itu. Tapi belakangan terbukti, keputusan itu salah. Karena itulah pulau itu dinamakan dengan namanya. Dengan menjual cerita itu, masyarakat datang berbondong-bondong. Hanya sejarah seperti itu bisa dijual," terang Win Wan Nur.

Alumni Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini membayangkan, kalau saja ada venue untuk mengenang sejarah pembuktian Teori Relativitas Einstein. Misalnya saja dibangun Observatorium seperti di Lembang di objek wisata Buntul Kubu Takengon, lalu di gerbangnya dengan latar belakang pemandangan Bur Gayo (Gunung Gayo) dan Danau Laut Tawar yang terdapat tulisan "Selamat Datang di dataran tinggi Gayo, Surga Kopi, di mana Teori Relativitas Einstein Menemukan Pembuktiannya".

"Betapa dahsyatnya bukan?" imbuh dia.


Kurang diperhatikan pemerintah

Menurut Win, tentu saja semua harapan itu akan sangat mudah, apabila alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) dari Pemerintah Aceh, dapat membangun satu Observatorium sekelas Bosscha di Buntul Kubu, Takengon.

"Namun kita harus sadar, Pemerintah Aceh mungkin tidak melirik itu," jelas dia.

"Seperti hasil penemuan kerangka berusia 7.400 tahun di Mendale, Aceh Tengah, sangat menggemparkan dunia ilmiah, tetapi tetap tidak mendapat perhatian apapun dari pemerintah provinsi. Kali inipun kita harus rela, terbukanya sejarah besar yang terjadi di tanah Gayo, hanya akan berhenti sampai bisik-bisik sesama orang kita di daerah ini saja," ucap Win bernada kecewa. (Baca: MULTIMEDIA: Gerhana Matahari, Cerita tentang Naga Ternate hingga Einstein)

Penulis : Kontributor Takengon, Iwan Bahagia
Editor : Fidel Ali