Cari Destinasi Wisata Gerhana Matahari? Sigi Bisa Jadi Pilihan

Senin, 29 Februari 2016 | 23:06 WIB
KOMPAS/VIDELIS JEMALI Dua ekor maleo (Macrocephalon maleo) di sudut salah satu kandang Penangkaran Maleo Saluki di Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Sabtu (14/6/2014). Sejak 2002, maleo yang dikategorikan terancam punah mulai ditangkarkan Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu.

PALU, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah mempromosikan seni dan budaya masyarakat di daerah itu melalui pagelaran yang akan berlangsung di lokasi pengamatan dan pemantauan gerhana matahari total (GMT) pada 9 Maret 2016.

"Kita sudah mempersiapkan semua sarana dan fasilitas yang dibutuhkan di lokasi GMT di Desa Pakuli Utara, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi,"kata Bupati Sigi, Irwan Lapata, Minggu (28/2/2016).

Pagelaran seni dan budaya yang akan ditampilkan 15 kecamatan di Kabupaten Sigi merupakan salah satu kegiatan dalam rangka menyambut GMT karena dipastikan banyak wisatawan, termasuk mancanegara yang akan hadir menyaksikan langsung fenomena alam tersebut.

Pemkab dan masyarakat Sigi tentu sangat berharap lewat pagelaran seni dan budaya, para wisatawan dapat melihat langsung keberagaman kesenian dan kebudayaan masyarakat di daerah ini.

Karena setiap kecamatan yang akan ikut meramaikan kegiatan tersebut akan menampilkan keseniaan dan kebudayaan yang diwariskan dari para leluhur dan nenek moyang secara turun-temurun.

"Saya optimis kegiatan ini akan dapat menarik para wisatawan yang hadir dan tidak menutup ada tamu-tamu dari luar daerah juga akan hadir,"kata Bupati Irwan.

Pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan pemerintah dan Masyarakat di Kabupaten Sigi.

Ia juga meminta masyarakat untuk mendukung kegiatan tersebut dengan menjaga kebersihan, keamanan, kenyamanan serta berlaku ramah terhadap para tamu, termasuk wisatawan asing yang datang menyaksikan pagelaran seni dan budaya serta menyaksikan GMT di daerah ini.

Seorang tokoh pemuda Desa Pakuli Utara bernama AR Hamzah ditemui di lokasi GMT mengatakan masyarakat setempat menyambut dan mendukung semua kegiatan GMT berjalan aman dan lancar.

"Kami akan menjadi tuan rumah yang baik bagi semua tamu, terutama para wisatawan mancanegara (wisman) agar mereka senang dan bisa menikmatinya,"kata Hamzah.

Ia mengatakan di lokasi GMT dan tempat pagelaran seni dan budaya di Desa Pakuli Utara juga dibangun sejumlah cottage dan satu unit rumah adat.

Ada tujuh unit cottage dan tiga MCK dibangun di lokasi dengan sumber dana dari Dinas Periwisata dan Ekonomi Kreatif Pemkab Sigi.

Juga sebagai bukti bahwa di Desa Pakuli menjadi salah satu dari sejumlah titik pengamatan dan pemantauan langsung GMT, Pemkab Sigi juga membangun sebuah tugu GMT setinggi sekitar 9 meter.

Tugu GMT tersebut sekaligus menjadi sejarah dan ke depan sebagai satu obyek wisata yang bisa menarik wisatawan nusantara dan wisman.

Dia juga mengatakan tidak jauh dari Desa Pakuli ada penangkaran burung maleo, salah satu satwa endemik yang menarik dan unik sehingga banyak diminati wisman dari berbagai negara.

Satwa itu, katanya tergolong burung yang indah dan sangat cerdas. Jika burung itu hendak bertelur, maka ia akan menggali lubang untuk menyamanan dan keamanan dari predaktor seperti ular dan biawak (kadal besar) atau bahasa daerah setempat bernama timposu.

Predaktor lainnya adalah manusia. Karena telur burung maleo tiga kali telur ayam dan harganya cukup mahal. "Itu sebabnya banyak yang memburu telur meleo baik untuk dikonsumsi maupun diperdagangkan," kata Hamzah.

Suatu kentungan bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Sigi, tidak menutup kemungkinan banyak turin GMT yang juga menggunakan kesempatan mereka untuk mengungjungi berbangai obyek wisata menarik yang ada di sekitarnya.

Salah satunya yang terdekat dengan lokasi GMT adalah penangkaran burung maleo yang terletak di Desa Saluki, sekitar 8 dari Desa Pakuli. (Antara/Anas Masa)

Editor : Ni Luh Made Pertiwi F
Sumber : ANTARA