Festival Gerhana Tampilkan Seni Budaya Sulawesi

Minggu, 28 Februari 2016 | 14:45 WIB
KOMPAS/PRIYOMBODO Untuk menyasikan gerhana matahari, dianjurkan untuk mengenakan kacamata pelindung khusus.

PALU, KOMPAS.com - Festival seni dan budaya yang akan digelar oleh Hasan Bahasuan Institute (HBI) Palu menyambut peristiwa Gerhana Matahari Total (GMT) pada 7-11 Maret 2016 fokus pada penyajian seni budaya dari berbagai daerah di Sulawesi, khususnya Sulawesi Tengah.

Direktur HBI Palu Zulfikar Usman di Palu, Senin (22/2/2016) mengemukakan pada acara pembukaan festival, 7 Maret nanti, pihaknya akan menampilkan tari kolosal Raigo Dance dari Kabupaten Sigi.

"Raigo dance ini kami tampilkan secara kolosal dengan melibatkan 40 orang penari ditambah 10-an orang pemain musiknya," ujar Zulfikar.

HBI yang merupakan mitra lokal PT. Interstellar, Pte. Ltd, perusahaan event organizer internasional yang berpusat di Singapura, itu juga akan menampilkan tari-tarian dari Tanah Toraja dan Bone, Sulawesi Selatan serta dari Sulawesi Barat.

"Beberapa kelompok etnis besar di Indonesia yang ada di Sulawesi Tengah seperti Batak dan Jawa juga akan mengambil bagian dalam festival ini. Namun fokus kita adalah seni budaya Sulawesi," ujarnya.

Festival ini juga akan menampilkan seni budaya dari luar negeri seperti Korea Selatan yang akan memainkan Fire Dance dan tim dari Australia akan menampilkan Australian Dance.

Festival yang akan berlangsung selama lima hari (7-11 Maret) itu akan dipusatkan di perbukitan Desa Ngatabaru, Kabupaten Sigi, yang bisa dijangkau dengan kendaraan roda empat selama 20 menit dari Kota Palu atau 15 menit dari bandar Udara Mutiara Palu.

Peristiwa gerhana matahari total sendiri akan terjadi pada Rabu, 9 Maret 2016 sekitar pukul 08.35 WITA. Gerhana ini diperkirakan akan disaksikan sekitar 3.000 wisatawan asing dan 2.000 wisatawan domestik langsung dari puncak perbukitan Desa Ngatabaru.

HBI dan Interstellar sedang membangun sebuah kawasan pengamatan dan festival di atas lahan sekitar lima hektare di Desa Ngatabaru tersebut yang terdiri atas sejumlah bangunan yang seluruhnya menggunakan bambu dan atap daun sagu. (Antara/Rolex Malaha)

Editor : Ni Luh Made Pertiwi F
Sumber : ANTARA