Hikayat Dendam Rau, Batara Kala dan Gerhana

Selasa, 16 Februari 2016 | 21:34 WIB
KOMPAS/KARTONO RYADI Keindahan Gerhana Matahari Total (GMT) yang banyak diburu orang. Foto ini diambil dari Pantai Penyak, 36 kilometer di selatan Pangkal Pinang, Bangka, Sumatera Selatan, saat terjadi GMT 18 Maret 1988. GMT akan kembali terjadi di wilayah Indonesia pada 9 Maret 2016.


Ada benang merah antara mitos-mitos yang muncul di belakang fenomena gerhana untuk beberapa daerah di Indonesia, yakni dendam.

Di Provinsi Bangka Belitung, dikenal sosok Rau, raksasa yang menaruh dendam kepada dewa dan melampiaskannya dengan mencoba untuk memakan matahari dan bulan. Alur serupa juga ditemui pada mitos Jawa tentang sosok Batara Kala.

Inilah salah satu pokok dalam tulisan yang akan diturunkan Harian Kompas pada hari Rabu (17/2/2016) besok. Tulisan ini mempertemukan tulisan terkait mitos di wilayah Bangka Belitung dengan mitos dari Jawa. Sementara dari Kalimantan Tengah, akan diulas nilai-nilai yang dianut masyarakat Dayak terkait gerhana.

Sebelum dijelaskan oleh ilmu pengetahuan, masyarakat menyikapi gerhana dengan ketakutan. Ketakutan itu didasari pada keyakinan tentang kepala raksasa yang hendak mencaplok matahari atau bulan. Salah satu keyakinan itu akan diuraikan oleh Akhmad Elvian, sejarawan Bangka.

"Sampai peristiwa gerhana matahari di tahun 1988, orang-orang Bangka masih ketakutan. Sebagian masyarakat lari ke hutan, sebagian lagi sembunyi di kolong ranjang," ujar Elvian yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung.

Sementara bagi masyarakat Dayak, gerhana bisa menjadi pertanda bagi masa depan manusia. Itulah sebabnya orang Dayak selalu menyambut gerhana dengan membunyikan gong, gendang, dan tabuh-tabuhan lainnya. (Didit Putra Erlangga)

Simak laporan lengkap kesiapan warga menyambut gerhana di harian Kompas edisi Rabu (17/2/2016), atau silakan berlangganan di http://kiosk.kompas.com dan baca versi epapernya di http://epaper.kompas.com.

Editor : Wisnu Nugroho