Melanjutkan Pencarian Manusia Tentang Sejarah Gerhana Matahari

Selasa, 2 Februari 2016 | 22:13 WIB
Agatha Bunanta Kolase foto gerhana pada 22 Juli 2009, selang waktu dari foto terkiri sampai terkanan sekitar dua setengah jam. Foto diambil dari dilihat Kota Chongqing, China. Arsip Agatha Bunanta, pernah dimua di harian Kompas, 4/8/2009.

Dari satu abad ke abad lain, pencarian manusia akan gerhana matahari terus dilakukan. Pada 9 Maret 2016 nanti, gerhana matahari total akan melintasi Indonesia. Pencarian itu makin dekat. 

Salah satu catatan tertua yang dibuat manusia atas peristiwa astronomi, yakni gerhana matahari, ditemukan di Tiongkok pada tahun 2137 Sebelum Masehi. Beritanya pun bukan kabar gembira.

Dikatakan bukan kabar gembira karena catatan tua itu mengisahkan hukuman yang harus diterima dua astronom, yakni Ho dan Hi, karena lalai memberitahukan raja akan datangnya gerhana matahari total. Kelengahan mereka menyebabkan raja tidak bisa menyiapkan pasukan penabuh genderang untuk menyambut datangnya gerhana.

Saat itu dipercaya bahwa kegelapan yang terjadi pada siang hari akibat gerhana matahari diakibatkan oleh naga yang menelan matahari. Untuk itu, genderang harus ditabuh untuk segera mengusirnya.

Naga menjadi perlambang yang dipercaya masyarakat Tiongkok, sementara masyarakat di belahan dunia yang lain menafsirkan dengan cara berbeda, seperti di Norwegia kuno menggunakan serigala sebagai pemangsa benda langit.

Agatha Bunanta Gerhana matahari total pada 22 Juli 2009 dilihat dari Kota Chongqing, China. Kamera Canon EOS 1D Mk3, ISO 800, rana 1/100 detik, diafragma 6,3, aperture priority dengan kompensasi minus 3, lensa 400 milimeter, dengan krop. Arsip Agatha Bunanta, pernah dimuat Kompas, 4/8/2009.
Agama yang kemudian hadir juga berusaha untuk memberikan pemaknaan baru yakni sebagai contoh dari keagungan Tuhan. Namun, tidak berarti mitos lantas pergi begitu saja.

Tulisan lengkap mengenai pencarian manusia akan gerhana akan dimuat pada harian Kompas edisi Rabu (3/2/2016) yang dikemas secara khusus.

Di halaman pertama, akan ada kisah mengenai pemburu gerhana berikut gambar yang menjelaskan mengapa Indonesia mendapat keistimewaan dalam peristiwa langit yang terjadi bulan Maret mendatang.

Di bagian dalam, akan ada tiga tulisan dengan tiga sudut pandang terpisah yang disusun oleh wartawan Kompas, M Zaid Wahyudi, Nawa Tunggal, dan Clara Wresti, dalam melihat gerhana matahari. Fenomena mengenai gerhana matahari total akan dijabarkan secara detail oleh Zaid, yang nantinya bisa menjadi alasan yang kuat untuk tidak melewatkan gerhana matahari kali ini.

Tulisan berikutnya, dibuat oleh Clara yang mengisahkan peluang dari gerhana matahari total yang ditangkap oleh Pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Patut diketahui bahwa fenomena angkasa ini menyedot perhatian para pehobi maupun ilmuwan dari dalam maupun luar negeri untuk berbondong-bondong datang.

Ini adalah kesempatan yang berharga untuk memperkenalkan kekayaan daerah yang pada 9 Maret nanti bakal dilalui jalur gerhana matahari total. Bacalah selengkapnya di harian Kompas hari Rabu besok. Versi web bisa diakses di sini atau via epaper di tautan ini

Penulis : Didit Putra Erlangga Rahardjo
Editor : Amir Sodikin